Lamer | Jakarta – Corona semakin menakutkan. Jumlah orang terinfeksi virus itu di Wuhan, China, menurut laporan DailyMail, sudah lebih dari 100 ribu orang.
Mendadak, ada fenomena unik di Wuhan. Pada Rabu (12/2/2020) sore waktu setempat, seperti dikutip dari DailyStar, ada ribuan burung gagak mengitari langit Wuhan.
Direkam video. Rekaman ini diyakini diambil oleh penduduk Wuhan. Sekelompok besar gagak, terbang di area jalan Wuhan yang sepi.
Gerombolan burung hitam itu terlihat berkeliaran di Jalan Wusi di Distrik Chengxi, Wuhan, China.
Kemudian burung-burung ini turun ke jalan dan mematuk-matuk jalan.
Dalam rekaman lain nampak gerombolan besar makhluk gelap telah ditangkap di Kota Xining, yang membuat para netizen China mempertanyakan keberadaan mereka di provinsi tersebut.
Sebagian netizen percaya, gagak-gagak tersebut sedang “berburu mayat” untuk dimakan.
Sementara lainnya berspekulasi, gerombolan gagak tersebut mungkin “memakan partikel” dari “abu mayat” manusia yang dikremasi.
Belum ada bukti kuat untuk mendukung teori bahwa gagak mencari mayat.
Namun, dalam budaya China, gagak simbol kematian. Itu menimbulkan ketakutan bagi sebagian orang.
Gagak, dalam budaya Tiongkok sering diyakini menjadi lambang nasib buruk dan simbol kematian.
Komentar Warganet
Warganet di Twitter banyak mengomentari rekaman tersebut.
Salah seorang warganet mengatakan, “orang-orang Wuhan memperhatikan ada banyak buruk gagak terbang di sekitar kota, cukup menakutkan.”
“Mereka mungkin mencari mayat untuk dimakan,” lanjutnya.
“Gagak ada di sana untuk membawa jiwa-jiwa orang mati ke tempat peristirahatan terakhir mereka.” ujar komentar warganet lainnya.
Ada warganet yang menanyakan mengenai keberadaan gagak tersebut.
“untuk apa gagak itu terbang ke sana? daging manusia?”ujarnya.
Menurut laporan, warga China melarang mayat korban virus Corona dimakamkan. Harus dibakar. Demi mencegah penyebaran virus.
Laporan menyebutkan, mayat-mayat ini setiap hari dikirim ke rumah kremasi dalam jumlah tak terhingga.
Petugas kremasi bekerja 7 hari penuh karena mayat terus berdatangan.
Kota Wuhan Mendadak Merah Menyala
Dipantau dari satelit, Kota Wuhan tampak merah menyala. Apakah itu ada kaitannya dengan Virus Corona?
Tidak.
Aura merah di Kota Wuhan artinya tingkat Sulfur Dioksida (SO2) yang sangat tinggi pada Minggu (9/2/2020).
Selain di kota Wuhan, citra satelit juga menunjukkan tingkat SO2 yang tinggi di kota Chongqing.
Para ilmuwan menyebut, Sulfur Dioksida (SO2) dihasilkan dari kremasi mayat atau pembakaran limbah medis.
Dilansir dari Dailymail.co.uk, citra satelit dari situs Windy.com menunjukan tingkat SO2 di kota Wuhan berada pada 1350 μg /m3 selama akhir pekan lalu.
Padahal menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tingkat SO2 tidak boleh melebihi 500 μg/m3.
Badan perlindungkan lingkungan AS, menyebutkan bahwa pembakaran limbah medis juga bisa menyebabkan emisi SO2 yang tinggi.
Paparan tingkat tinggi dari SO2 dapat berisiko serius bagi kesehatan.
Seperti asma, radang paru-paru, dan penurunan fungsi paru-paru.
“SO2 dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan fungsi paru-paru, dan menyebabkan iritasi mata,” kata WHO.
Dilansir dari Serambinews.com di Windy.com, tingkat SO2 di kota Wuhan pada Rabu (12/2/2020) pukul 12.30 WIB sudah turun dibanding pekan lalu.
Kosentrasi SO2 di kota Wuhan berada pada level 145.58μg/m3.
Sedangkan di Kota Chongqing berada pada level 107.79 μg /m3.
Update Korban Virus Corona
Menurut data dari worldometers.info, wabah Virus Corona sudah menjangkit sekitar 100.000 jiwa. Di antaranya 1.365 orang meninggal.
Dilaporkan, 28 negara telah mengkonfirmasi adanya Virus Corona tersebut.
Berikut data kasus Virus Corona dikutip darri worldometer.info Kamis (13/2/2020) :
China 59.638
Jepang 203
Singapura 50
Hong Kong 50
Thailand 33
Korea Selatan 28
Taiwan 18
Malaysia 18
Australia 15
Vietnam 15
Jerman 16
Amerika Serikat 13
Perancis 11
Macau 10
Inggris 9
U.E.A 8
Kanada 7
Filipina 3
Itali 3
India 3
Spanyol 2
Rusia 2
Swedia 1
Sri Lanka 1
Nepal 1
Finlandia 1
Kamboja 1
Belgia 1
Orang Pertama Tahu Corona
DailyMail menyebutkan: Li Wenliang dari China sebagai orang pertama yang menyebut nama Virus Corona.
Li Wenliang adalah dokter di Wuhan, China. Dia orang pertama yang menemukan adanya virus Corona jenis baru pada Desember 2019.
Ia mengungkapkan, ada 7 kasus pasien yang memiliki gejala seperti Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS). SARS mewabah pada 2002-2003.
Dokter Li, yang bekerja di Rumah Sakit Pusat Wuhan ini sempat menyampaikan hal tersebut ke rekannya.
Namun ia justru dilaporkan telah membuat komentar palsu. Dianggap mengganggu ketenteraman sosial.
Polisi pun meminta Li Wenliang menandatangani surat.
Polisi juga mengancam akan menangkap Li Wenliang apabila sang dokter tetap melanjutkan memberikan keterangan yang dianggap meresahkan itu.
Setelah itu, Li Wenliang kembali bekerja. Dia menangani seorang pasien perempuan yang menderita glaukoma.
Nahasnya, Li Wenliang tidak menyadari jika pasien yang dirawatnya mengidap virus Corona.
Esoknya, Li Wenliang mulai batuk-batuk.
Orang tua Li Wenliang juga mengeluhkan sakit. Dirawat di rumah sakit pada 20 Januari 2020, ketika Beijing mengumumkan darurat virus Corona.
Li Wenliang sudah menjalani beberapa tes, namun semuanya menunjukkan hasil negatif.
Akhirnya, keluar pemeriksaan terbaru yang menyebutkan bahwa ia positif terkena virus Corona.
Selama menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Wuhan, Li Wenliang menceritakan kisahnya di atas tempat tidur.
dr Li Wenliang akhirnya meninggal.
Berita kematiannya pun meluas. Tapi, Rumah Sakit Pusat Wuhan membantah kabar tersebut.
Tak lama setelah itu, pihak rumah sakit mengonfirmasi bahwa Li Wenliang telah meninggal dunia pada Jumat (7/2/2020), pukul 02.58 waktu setempat.
Kondisi di Indonesia
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan:
Pihaknya telah memeriksa 59 sampel dugaan penularan virus Corona, Minggu (9/2/2020). Sampel itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Hasilnya, semua sampel negatif dari penularan virus Corona. Tapi kemudian datang 3 sampel lagi, menyusul.
“Ada tiga spesimen lain yang masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Achmad Yurianto (Yuri) dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Kuningan, Senin (10/2/2020).
Ketiga sampel yang belum terdeteksi, kata Yuri, datang belakangan sehingga pemeriksaannya belum selesai.
Jika ditotal Kemenkes telah menerima dan memeriksa 62 sampel dugaan penularan virus Corona dari berbagai daerah di Indonesia.
Kemenkes menggunakan dua cara yang sudah tersertifikasi oleh World Health Organization (WHO) dalam memeriksa sampel.
Sampel yang digunakan adalah lendir di saluran pernafasan yang diambil dari bagian mukosa (lapisan kulit dalam) orang yang dicurigai kena Corona.
“Sampel diambil menggunakan kapas dari hidung atau tenggorokan. Setelah itu diperiksa secara lintas laboratorium,” ujar Yuri.
Selain itu, pengambilan sampel tidak dilakukan terhadap semua orang.
Sampel akan diambil dari para individu dengan gejala klinis tertentu.
Seperti influenza berat, panas badan yang disertai gangguan pernafasan dan batuk.
“Manakala ditemukan penyebabnya jelas, misalnya ada radang di tenggorokan yang disebabkan bakteri, akan kita atasi dengan antibiotik.”
“Jika setelah itu panasnya turun, bisa dipastikan individu tidak terkena virus,” katanya. “Sehingga dia termasuk pasien yang diawasi.’
“Tapi, jika gejalanya semakin nyata, kita ambil sampelnya (untuk diperiksa) dan kita lakukan isolasi terhadap individu ini.”
“Kita anggap dia diduga tertular atau suspek,” kata Yuri.
Rangkaian proses yang sudah sesuai standar WHO, lanjut Yuri, sekaligus menjawab pertanyaan berbagai pihak yang meragukan kemampuan pemeriksaan oleh Kemenkes.
“Terkait dengan banyaknya pertanyaan mengapa sampai saat ini tak ada konfirmasi positif penularan virus Corona di Indonesia ? Perlu dipahami memeriksa virus tidak sama dengan meriksa golongan darah,” ucap Yuri. (*)