Jakarta | Lampumerah.id – Sidang penghujung jelang kesimpulan sebelum putusan perkara gugatan wanprestasi No. 53/Pdt.g/PN/Jkt/Utr/2024 kembali digelar di PN. Jakarta Utara, Rabu, (16/10/24).
Saat pembukaan, majelis hakim menegaskan agenda sidang yaitu tambahan alat bukti. Para pihak berperkara dipersilahkan melengkapi jika masih memiliki bukti fakta perkara untuk menguatkan eksepsi.
“Sesuai kesepakatan Minggu lalu, agenda sidang hari ini bukti tambahan. Mari silahkan jika masih ada diserahkan, untuk sempurnanya legal standing eksepsi para pihak,” ujar Ketua Majelis Hakim Yamto Suseno, SH., MH., di ruang Seno Adji, Lt.3 Gedung PN Jakarta Utara.
Kuasa hukum para pihak, pun beranjak maju ke depan. Baik Charoen Pokphand Indonesia Tbk, Yodya Karya, dan Pulauintan, terlihat menyerahkan sejumlah berkas bukti tambahan P maupun T, berupa dokumen dan foto dihadapan majelis hakim.
Berlanjut, majelis hakim menyampaikan agenda penting terakhir sebelum kesimpulan. Yaitu pembuktian obyek perkara, Gedung kantor Charoen Pokphand TBK di Serang, Banten yang menjadi pokok gugatan.
Majelis hakim juga menegaskan pihaknya akan diwakili panitera khusus.
“Untuk diketahui, sidang gugatan memang di Jakarta, tapi obyek perkara wanprestasi ada di Serang. Sehingga pembuktian obyek perkara besok di sana menunggu konfirmasi panitera wilayah setempat. Juga yang hadir besok bukan kami tapi team panitera khusus yang telah disiapkan. Mengenai waktu pastinya, para pihak akan diberitahu melalui escort, segera,” tandas Ketua Majelis.
Kasus gugatan wanprestasi Gedung Charoen Pokphan Tbk bergulir setelah pihak perusahaan pakan ternak berkantor pusat di Thailand itu mengajukan gugatan perdata kepada Perseroan Terbuka Yodya Karya selaku konsultan perencana dan pengawas serta PT. PulauIntan Baja Perkasa selaku Kontraktor pelaksana pembangunan.
Perselisihan terjadi menyusul dikemudian hari terjadi keretakan dan kerusakan pada struktur bangunan.
Gugatan diajukan Charoen Pokphand Indonesia Tbk(CPIN) pada 22 Januari 2024 setelah melalui korespondensi panjang sejak 2017 hingga melayangkan tiga kali somasi.
Dalam eksepsinys, CPIN menuntut ganti kerugian material dan immaterial senilai Rp. 200 miliar.