Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) mendesak Panglima TNI untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangani insiden dugaan penyerangan yang melibatkan tiga puluh tiga anggota TNI terhadap warga di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Seruan ini disampaikan oleh Muhammad Habibi, Ketua DPP IMM Bidang Hukum dan HAM, melalui keterangan pers di Sekretariat DPP IMM di Jakarta pada Senin, 11 November 2024.
Dalam pernyataannya, Habibi menekankan pentingnya tindakan penyidikan dari Panglima TNI, yang menurutnya diamanatkan oleh Pasal 70 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Pasal ini mengatur bahwa pengangkatan penyidik terhadap dugaan tindak pidana yang melibatkan personel militer adalah wewenang Panglima TNI. “Kami meminta agar Panglima TNI segera bertindak dengan menyelidiki secara transparan kasus ini demi keadilan bagi masyarakat,” ujar Habibi.
Habibi juga menegaskan bahwa sekadar memberikan penjelasan kronologi peristiwa di media tidaklah cukup. Menurutnya, tindakan penyidikan yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk memastikan kejelasan hukum dan akuntabilitas dari institusi militer dalam menangani insiden serius seperti ini. Ia menyebutkan, “Langkah Panglima TNI seharusnya tidak berhenti pada penjelasan di media. Harus ada tindakan nyata dengan menunjuk penyidik yang dapat melakukan pemeriksaan menyeluruh demi keadilan dan kepastian hukum bagi korban serta keluarga mereka.”
Sebelumnya, Panglima Kodam Bukit Barisan, Letjen Mochamad Hasa, telah berjanji kepada keluarga korban bahwa penyelidikan akan dilakukan secara tuntas. Bahkan, Letjen Hasa menegaskan kesediaannya untuk “bertukar nyawa” dengan korban sebagai bentuk tanggung jawab atas tindakan bawahannya. Namun, pernyataan ini dikritik oleh Habibi sebagai kurang berdasar dan tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Habibi menganggap bahwa janji emosional tanpa diikuti tindakan hukum yang konkret justru akan menimbulkan ketidakpuasan di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, Habibi mengungkapkan bahwa fakta di lapangan menunjukkan adanya satu korban jiwa dan delapan orang lainnya mengalami luka-luka dalam insiden tersebut. Menurutnya, hal ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), baik dalam Pasal 338, 339, atau 340 mengenai pembunuhan maupun Pasal 351, 352, atau 354 tentang penganiayaan. “Dengan adanya korban jiwa dan korban luka-luka, maka kejadian ini jelas memenuhi unsur tindak pidana yang memerlukan penanganan serius dari pihak yang berwenang,” tegas Habibi.
Mengacu pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Habibi menjelaskan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk menemukan fakta yang menunjukkan terjadinya tindak pidana. Oleh karena itu, menurutnya, langkah awal berupa penyelidikan perlu diambil segera agar dapat memastikan kebenaran dan keabsahan dari peristiwa ini sebagai dugaan tindak pidana. Habibi menambahkan bahwa penyelidikan adalah proses penting dalam penegakan hukum yang harus dilakukan secara objektif dan menyeluruh agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Habibi juga mengingatkan pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap institusi TNI sebagai penjaga keamanan negara. Menurutnya, penanganan yang lambat atau tidak serius terhadap kasus ini bisa menciptakan kesan impunitas atau kekebalan hukum di kalangan masyarakat. Ia mengutip Pasal 5 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menegaskan peran TNI dalam menjaga keamanan nasional dan menghormati hak-hak sipil. “Jangan sampai ada impunitas dalam kasus ini, karena hal itu hanya akan merusak citra TNI di mata masyarakat. Publik perlu diyakinkan bahwa TNI juga tunduk pada hukum dan tidak berada di atasnya,” pungkas Habibi.
Dengan desakan dari DPP IMM ini, masyarakat berharap agar Panglima TNI dapat segera merespons dengan langkah-langkah hukum yang tegas untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan keadilan bagi para korban serta keluarga mereka.