Begini Asal Mula Fenomena Mudik

 

Surabaya|Lampumerah.id – Ribuan warga harus gigit jari, beberapa bahkan hingga menitihkan air mata mereka akibat gagal menjalankan mudik ke kampung halaman. Tapi mengapa mereka pemudik masih keukeuh dan nekat mudik di saat pemerintah melarang dengan ketat?

 

Terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah mulai 6 Mei 2021 hingga 17 Mei 2021 seolah tidak menghadang upaya ribuan warga di sejumlah daerah di tanah air untuk tetap menjalani mudik.

 

Pemerintah setempat juga mengerahkan ratusan aparat gabungan guna melakukan penyekatan sekaligus menghalau para pemudik. Penyekatan digelar di sejumlah perbatasan akses keluar masuk kota. Petugas memaksa pemudik yang masih ngeyel untuk putar balik.

 

Ironisnya, segala upaya dilakukan pemudik demi mengelabui penyekatan petugas. Upaya kecurangan ini bahkan sampai viral membuat netizen geleng-geleng kepala. Ada yang mencari jalan tikus yang tanpa penjagaan, ada yang bersembunyi di balik bak truk pengangkut sayur yang ditutup terpal. Bahkan, ada yang menyewa mobil ambulance agar lolos dari razia.

 

Prosesi mudik menarik untuk diulas, darimana asal mula warga memulainya?

 

Mudik memang sudah menjadi tradisi yang melekat jelang Hari Raya Idul Fitri bagi masyarakat Indonesia. Sudah puluhan tahun tradisi ini terjaga dan dijalani, tak hanya umat muslim tapi semua warga urban.

 

Ditinjau dari sudut pandang sejarah, mudik telah ada sejak masyarakat berurbanisasi. Hal itu karena banyak kota yang menjadi orientasi orang desa untuk mencari pekerjaan. Mereka pun mengadu nasib ke sejumlah kota yang mereka anggap layak.

 

Guru Besar Fakultas llmu Budaya Universitas Airlangga (FIB Unair), Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S. S., M. Hum., mengungkapkan, urbanisasi membuat masyarakat mulai merindukan kampung halamannya.

 

Setelah berusaha mengubah nasib, mereka ingin kembali ke kampung untuk berbagi maupun berkumpul kembali pada keluarga.

 

“Sekitar pasca kemerdekaan, mulai banyak orang mencari pekerjaan di kota. Sekitar tahun 60han sampai 70-an dimana Kota Jakarta mulai didatangi orang dari berbagai desa,” urai Purnawan pada Lamer.id.

 

Setelah berpindah ke kota, lanjut Purnawan, mereka menganggap desa ibarat sumber air. Hal itu karena sehubungan dengan konteks urbanisasi, desa merupakan asal atau sumber dari orang-orang kota.

 

“Karena orang-orang desa itu kan dianggap sumber orang kota kan dari desa dalam konteks urbanisasi itu,” tegasnya.

 

Terkait dengan asal-usul bahasanya, mudik berasal dari kata udik yang berarti ujung. Orang desa dianggap udik. “Jadi kita kembali kepada ujung. Sehingga kalau kita pulang kampung dikatakan mudik atau ‘menuju ke udik,” tutur dosen Program Studi Ilmu Sejarah tersebut.

 

Sementara itu, dalam sebuah mudik, terdapat tradisi yang menyertainya seperti bersilaturrahim dan reuni yang diikuti dengan makan-makan bersama. Di samping itu, terdapat pula tradisi ziarah kubur serta berkebun bagi yang memiliki kebun.

 

Purnawan yang berasal dari Banjarnegara ini menegaskan, walau di masa pandemi beberapa aktivitas dapat dilakukan dalam jaringan, namun tidak berlaku bagi mudik.

 

“Ucapan selamat ‘Hari Raya Idul Fitri’ bisa saja lewat telepon, tapi itu bukan berarti mudik. Mudik tetap harus datang langsung karena tidak ada mudik online, makanya dengan adanya pandemi ini kan ya kita disuruh untuk menunda mudik bukan mengganti,” jelas dia.

 

Mengenai penundaan mudik, Prof. Purnawan menuturkan bahwa hal itu terlepas dari konteks Hari Raya Idul Fitri. Meski demikian, mudik di hari raya tetap dianggap sebagai sesuatu yang spesial.

 

Pasalnya, mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam maka momen tersebut juga dijadikan sebagai tradisi meminta maaf kepada keluarga, sanak saudara, dan sebagainya.

 

Sementara itu mudik, tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurut dia, fenomena semacam mudik juga terjadi di negara lain. Asalkan ada masa libur panjang untuk bertemu keluarga, disitulah saatnya mudik.

 

“Jadi ketika ada liburan-liburan tertentu yang dianggap bisa untuk ketemu keluarga ya mereka berbondong-bondong untuk pulang,” pungkas dekan FIB Unair ini. (Psy)

 

Caption foto: Ilustrasi arus mudik jalur darat di jalan tol.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru